Menunggangi Musibah

Sumber : Kompas.com
Singkat saja, ada baiknya kita kembali ke dalam diri kita untuk menanyakan dimana nurani kita ketika ada musibah.

Peristiwa jatuhnya crane yang menimpa jamaah haji di Mekkah adalah sebuah musibah yang membawa korban. Tentu sebagai sebuah musibah yang terjadi dalam proses konstruksi ia harus dipertanggungjawabkan. Bagaimana proses konstruksinya -yang tentunya sudah terukur- dapat selalai itu.

Selanjutnya, bagaimana peristiwa ini ditanggapi sedemikian rupa sesuai dengan kepentingan penanggap. Ada yang membuat kesan bahwa kejadian ini berhubungan dengan kedatangan Jokowi. Ada pula yang menjadikan kasus ini sebagai simbol kelemahan pemerintah Saudi.

Tak dapat dipungkiri bahwa tak semua orang menyukai Jokowi dengan berbagai latar dan alasan. Kejadian ini dapat ditunggangi untuk menunjukkan betapa sialnya Jokowi. Dan sesungguhnya orang ini lebih peduli pada sialnya Jokowi daripada dukacita para korban.

Juga tak dapat dipungkiri bahwa tak semua menyukai Saudi dengan berbagai latar dan alasan. Kejadian ini dapat ditunggangi untuk menunjukkan betapa sialnya Saudi. Dan sesungguhnya orang ini lebih peduli pada sialnya Saudi daripada dukacita para korban.

Betapapun, kita tak dapat memvonis motif orang lain dalam menanggapi musibah ini meski hati kecil kita dapat menduga-duga. Namun tetaplah berkeraguan bahwa dugaan di hati kecil itu pun belum tentu benar.

Oleh karena itu, seperti di paragraf awal kita hanya dapat kembali ke dalam diri kita masing-masing. Menanyai diri, apakah sikap kita didasari pada kepedulian pada musibah ataukah hanya sekedar menumpangkan agenda-agenda politik/ideologi kita pada musibah itu.

Dan saya pun saat menulis ini juga meragukan niat baik saya. Jangan-jangan saya juga sedang menunggangi musibah ini dengan niat untuk eksis di media sosial.

Post a Comment

0 Comments

Recent Posts